Minggu, 20 Maret 2011

Mesir... mengapa kau begini? (True Story)





Cerita ini ku mulai saat ku dibangunkan oleh sahabat baikku. Ia mengatakan kalau diluar benar-benar telah terjadi kekacauan yang sangat hebat. Semua orang telah memegang senjata, baik benda tumpul seperti kayu, tongkat, besi dan parang. Tetapi tak sedkit juga yang memegang senjata tajam seperti pisau, golok, dan kapak. Ku yang sedari tadi setengah sadar, langsung berhamburan kearah dapur. Berpacu dengan waktu berusaha membuka laci mencari sebuah benda tajam bernama pisau. Yah, pisau, mungkin memang sedikit gila, tapi itulah yang sedang terjadi.
Keadaan Mesir benar-benar kacau, sedikit informasi, masyarakat mesir sedang melakukan aksi demo terhadap pemerintah yang dirasa sudah kelewat batas. Peraturan perundang-undangan baru mesir telah keluar. Isinya adalah Azas praduga bersalah, barang siapa yang dicurigai, maka pihak kepolisisan berhak tanpa surat penangkapan menangkap masyarakat yang dirasa bersalah. Mari sedikit kita bandingkan dengan peraturan Indonesia yang memang untuk melakukan penangkapan, harus adanya Surat Penangkapan Resmi dari pihak kepolisian. Jika tak ada, maka masyarakat berhak memprotes tindakan tersebut.
Selain karna peraturan baru tersebut, masyarakat telah mencium adanya aroma-aroma bejad kaum koruptor yang telah memakan hak-hak masyarakat, hingga hal tersebut membuat masyarakat geram dan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran, malah terbesar sepanjang sejarah Mesir beberapa dekade silam. Hal itu membuat masyarakat yang terkenal ramah, sopan dan menjunjung tinggi norma keislaman tersebut melakukan tindakan-tindakan anarkis, seperti pembakaran kantor-kantor kepolisian, mobil-mobil aparat yang ada campur-tangan dengan pemerintah, posko-posko kepolisisan, ATM-ATM, memblokir jalan-jalan utama, dan perusakan fasilitas-fasilitas umum dan pribadi. Toko-toko yang berdekatan dengan tempat kejadian tak luput dari amukan  masa.

Hal itu dimanfaatkan oleh beberapa pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan penjarahan atau mencurian diberbagai pusat perbelanjaan, mall, dan rumah warga. Tak luput dari komplek tempat ku bersama beberapa masyarakat Indonesia dari Sumatera Barat tinggal, kebejatan para penjarah juga akan melebar dimana ku tinggal. Karena itulah, ku bersama beberapa teman serta seluruh masyarakat Mesir, bai itu pemuda-pemuda ataupun yang telah tua melakukan ronda malam, berkumpul bersama-sama, melakukan penjagaan sekira ada para penjarah yang akan datang. Tentu tidak dengan tangan hampa, tetapi dengan pisau, parang, dan golok disetiap tangan.
Malam itu ku benar-benar ketakutan. Tak terkira Mesir yang terkenal dengan julukan “Balaadan Aaminaa (Negri yang aman) akan berubah brangis seperti sekarang. Dimana-mana terjadi kerusuhan dan pemberontakan. Kalau bisa diibaratkan, persis seperti Tahun 1998. Masyarakat Indonesia menuntut Revormasi atas kepemimpinan Bapak Soeharto yang hamper berkuasa sekitar 30 tahunan. Begitu juga halnya dengan Mesir saat ini,  mereka juga menuntut Presiden Hasan Mubarak untuk turun dari jabatannya, karena memang, ia telah berkuasa selama 30 tahunan.
Itulah yang ku dan teman-temanku rasakan. Ketegangan, kekhawatiran, ketakutan akan terjadinya peristiwa-peristiwa yang lebih mengerikan dan lebih menakutkan. Sekarang kami setiap malam melakukan penjagaan bersama seluruh masyarakat Mesir. Kami membagi waktu ronda, mulai dari jam 8 malam hingga 5 pagi. Sengaja kami lakukan agar keadaan aman terhindar dari para penjarah yang secara tiba-tiba siap menyerang kami, bukan berarti dengan tangan kosong, tetapi dengan senjata tajam.
Keesokan harinya ku bersama sahabatku bepergian kedaerah Asyir, sebuah daerah di Provinsi Nasr City, Cairo. Tempat tersebut sekarang merupakan tempat yang rawan terjadinya Aksi demo dan anarkis warga. Tak ayal, tenk-tenk baja, polisi dan tentara militer berseragam bertebaran di sepanjang jalan.  Teringat film “28 weeks later”, saat London dilumpuhkan oleh virus zombie yang menghancurkan kota tersebut. Tentara NATO mengomandoi proses keamanan, ketertiban dan penghidupan kembali kota mati tersebut. Sepanjang jalan terlihat tentara militer berjejer rapi membentuk keamanan ekstra ketat.
Pemberitahuan penting yang selalu ku pegang saat diluar rumah adalah kembali ke rumah sebelum jam 4 sore. Lebih rincinya lagi, dilarang berada diluar rumah dari jam 3 sore hingga jam 8 pagi. Karena saat itu tentara militer berkeliling mencari warga yang hendak melakukan aksi demonstrasi, bagi siapa yang tertangkap berada diluar tanpa kepentingan maka penjara siap bersedia menampungnya. Ku benar-benar bingung, setiap saat ku selalu menghitung waktu mundur saat jam mulai menunjukkan pukul 2 siang, jantung berdebar-debar berharap segala kebutuhanku dapat selesai secepatnya.
Pukul 3 sore, ku sudah mulai bergegas menuju angkot kota hendak kembali ketempat tinggalku diTajammu’ Awwal. Memang disaat Mesir mengalami kegoncangan dan ketidak seimbangan seperti ini, masalah selalu berjejeran menghadapi. Yang biasanya angkot selalu ada, sekarang kami berserta puluhan warga mesir lainnya berebutan memasuki angkot yang sedikit. Berebutan dan berdesak-desakan dengan waktu, berharap secepatnya tiba di rumah sebelum jam 4 sore. Tapi sayang, hingga saat ini kami belum mendapatkan angkot yang kami cari, hingga kami melihat mobil bak yang menawarkan diri untuk mengantar masyarakat yang berdimisil di Tajammu’ Awwal. Tak ayal kami berebutan berharap dapat naik. Alhamdulillah berhasil dan duduklah kami bersama 15 warga mesir lainnya.
Diatas angkot, kemacetan terjadi. Masalahnya diujung jalan tentara militer dilengkapi tank-tank baja dan peluru gas air mata melakukan razia terhadap setiap angkot yang lewat. Hingga akhirnya giliran mobil kami yang mendapatkan giliran. Disini kami mendapatkan sedikit keistimewaan, saat seluruh penumpang diturunkan, kami semua diperiksa, digeledah dan diintrogasi. Tetapi tidak dengan kami berdua, mungkin karena mereka mengetahui kalau kami orang Muwafidiin (Orang Pendatang),ketika kami turun langsung salah seorang tentara militer dengan senyum manis menyapa kami mengatakan:
“You speak English?”
“Yeahh, I’m speak English..?!” jawabku
“OK… Don’t be afraid, stand up in zebra cross, please..?!” seraya menghantar kami berdua kearah terpisah dari masyarakat lainnya. Setelah beberapa saat, kami kembali melanjutkan perjalanan pulang.
Singkat cerita, sekarang telah menunjukkan pukul 20:30 malam, rencana ku akan melanjutkan ronda malam bersama puluhan masyarakat mesir lainnya. Dengan persenjataan lengkap, kami turun ke lapangan. Kami bukan ingin mengikuti Aksi anarkis warga, kami hanya melakukan penjagaan dan perlindungan terhadap nyawa, barang-barang dan keselamatan kami semua.
Sejujurnya kami sangat terganggu dengan keadaan Mesir sekarang. Padahal setelah ujian, kami berharap dapat berlibur tenang menghabiskan waktu dengan kegiatan-kegiatan positif, menghafal alquran, dan tidur dengan nyaman. Tapi dengan keadaan seperti ini, waktu istirahat kami di malam hari akan tersita sekian jam. Tapi tak apalah, ku juga tak menyangka kalau begini jalan ceritanya. Semasa dahulu belum ada kejadian seperti ini, tapi kenapa hal ini terjadi di generasi kami ya? Wallaahu A’lam…
Kembali ke cerita, malam itu kami mendapat tugas ronda dimalam pertama, sekitar jam 8 sampai jam 11 malam. Awalnya karena terburu-buru, ku tak membawa persenjataan apa-apa. Pergi dengan tangan kososng karena ku lihat sepertinya malam ini akan berlangsung baik-baik saja. Namun ternyata perkiraan itu jauh meleset, sekitar jam 9 malam, tiba-tiba dari arah simpang masyarakat mesir yang ronda berteriak histeris, sahut menyahut membuat keganduhan dan kebisingan. Hal itu sepontan membuat kami terkejut, kami dari masyarakat Indonesia banyak yang tidak membawa persenjataan lengkap. Akhirnya kulangsung berlari terongah-ongah membuka pintu gerbang, naik tangga, dan langsung berlarian tak tentu kearah pintu. Karena disana memang ku menggantungkan alat fitnesspull up untuk berayun. Tapi sayang, karena terlalu kuat, ku sedikir mngalami kendala dalam menanggalkannya. Setelah sekian menit, akhirnya berhasil, ku juga berlarian kearah dapur dan membawa sebuah pisau tajam untuk siaga teman-teman yang membutuhkan.
Wahhh, benar-benar seperti di zaman perang. Beruntung kejadian ini berlangsung pasca ujian, sekira sebelum atau sedang ujian, akan menjadi masalah lain bagi mahasiswa al-azhar. Tongkat besi ditangan kiri, pisau ditangan kanan, kalau dipandang benar-benar keren, cowok banget, hahaha… tp dalam situasi seperti itu gak akan mungkin mau ngambil foto, toh semua orang sudah saling meniup peluit, sirine dan lain sebagainya memberi peringatakan kalau bahaya akan mengancam. Tetapi setelah sampai ditempat kejadian, beruntung para penjarah dapat dilumpuhkan, sebelum mereka turun, masyarakat juga telah curiga akan kedatangan mereka yang datang menggunakan seragam tentara dan mobil ambulance. Mereka langsung dicegat dan dilempari dengan batu.
Hari telah menunjukkan pukul 11:05, saatnya ganti piket ronda, alhamdulillah teman-teman dari lantai atas juga telah datang, bersiap sedia menggantikan posisi kami, tanpa dikomandoi, kami langsung pulang kerumah dan beristirahat hingga pagi sekali, maklum, kecapean, sampai-sampai shalat subuh jam 6 pagi, weleh-welehh…
Hari ini ku sedang asyik bermain dengan laptop “HP *baca Echpi*” hitam milik ku. Ya memang, ku seperti robot yang tidak dikomandoi, berjalan dengan sendirinya. Niat memang ingin belajar, melancarkan dan menambah hafalan al-qur’an. Tetapi keadaan membuatku tidak focus, tidak semangat dan malas melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, ya akhirnya pilihan terakhir, kalau sedang bosan, ya tidur atau nonton dilaptop.
Sedang asik-asiknya main, ternyata ada kabar angin yang nyampang ditelingaku. Memgatakan bahwa seluruh warga Indonesia yang ada di Cairo akan dipulangkan ke Indonesia. Saat itu dua perasaan bergejolak hebat di hati nuraniku. Disatu sisi ku memang senang sekali, bisa bertemu kembali dengan keluarga tercinta, rindu tanah air, bertemu dengan sahabat-sahabat, teman dekat dan orang-orang yang sangat ku sayangi. Ku bisa berkumpul lagi dengan keluarga, tertawa, bercanda, berbagi pengalaman, jalan-jalan dengan Honda, dan bermain bersama di Pantai Padang.
Tapi disisi lain, ku merasa sedih sekali. Ku akan meninggalkan Cairo, negri pusat ilmu pengetahuan. Ku akan meninggalkan negri tanah tandus, gurun saharanya yang kuning menyengat, ku akan meninggalkan langitnya yang jarang berawan, ku juga akan merindukan musim dinginnya. Ku tak melihat lagi mobil tramco,80/*baca delapan puluh coret*, mobil yang biasanya sangat diandalkan para mahasiswa untuk berangkat ke Al-azhar, 602, mobil yang biasanya kami kejar pagi-pagi sekali jam 07:20 untuk membawa kami ke daerah makroom, karena disanalah kami bimbel bahasa arab, ku mungkin tak melihat lagi senyum manis warga mesir yang sangat ramah kepada kaum muwafidiin (para pendatang), ku akan merindukan sahabat-sahabat baikku dari Turkey, Pakistan, Nigeria, Afghanistan, Uzbekistan, Rusia, Malaysia, Thailand, dan berbagai Negara termasuk Cairo sendiri, yang selalu membuka tangannya untuk memelukku plus senyum terindah dan hangat saat ku baru masuk kedalam lokal di Al-azhar.
Dilain sisi ku juga bingung dan takut sekira banyak permintaan jadwal khutbah, ceramah dan acara lain sebgainya saat ku sudah ada di Padang. Ku juga belum memiliki ilmu yang banyak untuk menanggapi serangan-serangan pertanyaan agama karena mereka menganggapku adalah seorang Azhari. Hafalan al-qur’anku juga masih sedikit, dalam proses pemantapan. Ku sejujurnya belum siap, ku baru 3bulan berada disini, ibaratkan sebuah bunga, ku masih berbentuk kuncup, belum mengembang membentuk sebuah warna yang indah.
Tapi bagaimanapun juga, ku akan tetap berusaha menbentuk pribadi yang rabbani. Kata temanku, pribadi yang shalih dan mushlih, yaitu yang shaleh dan menyolehkan. Apapun yang terjadi, ku akan siap dengan medan tempur yang siap menerjang di Padang sana, apapun itu, ku akan selalu berusaha ntuk berada didepan…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar